Komunikasi Antar Pribadi
Emotions
Oleh
Delima Juni Hastuti
Ilmu Komunikasi PR
Komunikasi Antar Pribadi
Mengelola Kemarahan
Emosi merupakan bagian dari keadaan psikologi seseorang, sehingga dalam mengekpresikan emosi memerlukan ketrampilan. Emosi sendiri merupakan bagian dari kehidupan anatarpribadi seseorang dengan orang lain, sehingga pada akhirnya setiap individu harus memutuskan apakan akan menunjukkan emosi atau sebaliknya justru menyembunyikan emosi. Apabila kita memutuskan untuk mengekspresikan emosi kita atau perasaan kita maka kita harus menganalisa dan menjabarkan perasaan seperti apa, emosi yang seperti apa yng kita rasakan dan kita ingin orang lain tahu.
Dalam memahmi perasaan maupun emosi yang kita rasakan kita harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada diri kita agar kita dapat memahami perasaan yang kita rasakan.
- “What am I feeling, and what made feel this way?” Memahami apa yang kita rasakan seobjektif mungkin sehingga kita dapat mudah mengenali kondisi maupun lingkungan seperti apa yang menyebabkan kita dapat memiliki perasaan seperti itu. Misalnya saja, ketika kita tiba-tiba merasa marah terhadap seseorang tanpa alasan yang jelas, yang kita tahu kita tidak menyukai orang tersebut. Maka, kita harus mencari tau sebab-sebab apa yang menyebabkan kita tidak meyukai orang tersebut.
- “What exactly do I want to communicate?”
Dalam komunikasi antarpribadi kita harus memperhatikan beebrapa hal yang dapat membangun perasaan kita, bagaimana kita memahami sebuah perasaan yang kita rasakan melalui pemahaman situasi yang kita rasakan sehingga mempengaruhi perasaan kita.
- Be as spesific as possible. Yang sering terjadi adalaah beberapa emosi atau luapan perasaan merupkan campuran dari emosi lainnya, misalnya ketika merasa marah atau kesal, maka emosi yang kita rasakan tidak hanya kesal, namun juga merasa tidak sabar dan mendadak tidak menyukai orang lain, bagi sebagian orang hal-hal seperti diatas dapat saja terjadi. Atau ketika kita sedang merasa sangat gembira, maka perilaku kita pun ikut terpengaruh, sehingga emosi yang kita tunjukan kepada orang lain terlihat menyenangkan.
- Describe the reasons you’re feeling as you are. Ketika kita merasakan perasaan yang membuat kita resah, senang atau bahkan marah. Kita harus berusaha menemukan alasan yang tepat, mengapa kita merasakaan hal itu. Dengan begitu akan mudah bagi kita untuk menemukan jalan keluar bagi masalah itu. Misalnya, “Saya merasa sedih karena anjing peliharaan saya mati pagi ini,” peryataan diatas menunjukkan bahwa ‘dia’ merasa sedih karena hewan peliharaannya mati pagi tadi.
- Address mixed feeings. Mencoba untuk memberikan pencerahan kepada diri sendiri tentang perasaan yang berbeda-beda yang kita rasakan. Misalnya, “saya merasa marah dan kesal namun saya juga merasa bersalah tergadap apa yang telah saya lakukan,” dengan begitu kita dapat memahami apa yang diri kita inginkan sehingga kita dapat mengontrol emosi kita.
- In expressing felings-inwardly or aoutwardly—try to anchor your emotions in the present. Mengekspresikan perasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri dengan mencocokkan permasalahan diri yang sedang kita hadapi. Misalnya kita menerima dan mengekspresikan emosi dalam kita kita, “Saya merasa bodoh karena tidak bisa menghasilkan tulisan yang bagus hari ini,” pernyataan diatas merupakan ekpresi untuk menenangkan diri sendiri tentang emosi yang dirasakan.
- Own your feelings; take personal responsibility for your feelings. Berdasarkan kalimat-kalimat atau pernyataan-pernyataan “You make me angry”, “You make feel like a loser.” “You make me feel stupid.” Dari pernyatan tersebut, kita menyalahkan orang lain karena apa yang kita rasakan.
- Ask for what you want.
Mengatasi kemarahan
Kemarahan merupakan emosi yang bisa menciptakan masalah jika tidak ditata secara baik. Namun kemarahan juga bukan merupakan sesuatu yang selalu buruk. Kematahan membantu kita untuk melindungi diri kita, mendorong kita untuk berselisih atau sebaliknya. Lemarahan tidak selalu membangun sesuatu yang baik, karena beberapa waktu kemarahan justru membimbing kita untuk mencapai suatu tujuan yang bukanlah objektif melainkan suatu obsesi.
Mengolah kemarahan : SCREAM Before You Scream.
Yang perlu disadari dalam mengolah atau mengatur emosi kemarahan yang kita rasakan dibutuhkan beberapa hal berikut :
1. Self. Seberapa penting emosi yang kita rasakan terhadap diri sendiri sehingga membuat kita untuk dapat memutuskan seperti apa perasaan yang kita inginkan. Apakah apa yang kita rasakan merupakan sesuatu yang berharga atau tidak sehingga kita harus memahami tindakan seperti apa yang akan kita ambil ketika emosi itu muncul.
2. Context. Menentukan tempat dan waktu yang tepat untuk mengekspresikan rasa marah yang kita rasakan sehngga kita dapat memahami lingkungan sekitar. “Apakah tepat rasanya jika kita menumpahkan amarah kita disini?” Pernyatan tersebut membantu kita untuk dapat bersikap kondusif sehungga apa yang kita lakukan merupakan sesuatu yang benar, meskipun pada dasarnya kemarahan bukanlah hal yang harus dilakukan.
3. Receiver. Seseorang yang menjadi tempat kita untuk mengekspresikan emosi kita. Misalnya, kita menunjukkan emosi dedecewaan kita kepada sahabta kita karena merasa kesal terhadapa sikap pimpinan yang membuat kita kesal.
4. Effect. Akibat seperi apa yang dapat mucnul jika kita menunjukkan ekpresi kemarahan kita. Apakah kita menunjukkan emosi kita intuk menyakiti orang lain? Bagaimana kita mempertimbangkan sikap kita terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi apabila kita mengutarakan emosi yang kita rasakan.
5. Aftermath (long-range). Apa yang akan terjadi akibat ekspresi kemarahan yang kita tunjukan, seberapa besar pengaruhnya terhadap hubungan kita dengan orang lain, dengan rekan-rekan satu kantor dan sebagainya.
6. Messages. Bagaimana sebuah ekpresi yang telah tunjukan kepada orang lain tentang kemarahan kita dapat memberikan akibat dan apakah pesan yang kita sampaikan berguna. Tentang apa yang kita rasakan, ketidakpuasan kerja misalnya. Hal-hal ini membawa kita kepada anger communication.
Anger Communication
Anger communication bukanlah cara untuk menunjukkan kemarahan kita, melainkan bagaimana menunjukkan emosi kita secara tenang dan terkendali.
1. Get ready to communicate calmy and logically.
2. Examine your communication choices.
3. Consider the advantages of delaying the expression of anger.
4. Remember that different cultures gave different display rules.
5. App;y rhe relevant skills of interpersonal communication.
6. Recall the irreversibility of communication.
Dengan menunjukkan anger communication, kita mampu mempertimbangkan hal-hal yang mungkin saja terjadi akibat emosi yang kita tunjuakn kepada orang lain. Akibat dari hal-hal itu bisa berupa sesuatu yang baik dan sebaliknya. Emosi yang kita tunjukan dapat mengandung dua makna yaitu positif dan negatif, karena orang-orang disekitar kita mungkin ada yang mau menerima kekecewaan kita namun juga ada yang merasa bahwa yang kita rasakan merupakan hal yang tidak masuk akal.
Dengan adanya kemampuan untuk mengolah emosi dalam diti kita, maka kita dapat berusaha untuk meminimalisir effect negatif yang bisa saja timbul.
Griefstricken
Dalam komunikasi antar pribadi ada hal-hal yang sulit dilakukan seperti memahami ekspresi orang lain, serta memahami emosi yang sedang terjadi. Hal-hal seperti ini dapat menumbuhkan ketidaksamaan persepsi sehingga kesulitan-kesulitan berkomunikasi menjadi sulit. Dengan memajami keadan emosi seseorang kita dapat menentukan cara yang efektif untuk berkomunikasi.
Seseorang yang memiliki perasaan berduka biasanya karena kematian atau kesedihan, kehilangan pekerjaan atau hubungan dengan orang lain dan sebagainya.
Apabila kita mendengar berita duka, atau luapan emosi dari seseorang yang menunjukkan kedukaan maka kita harus menunjukkan ekspresi simpati sebagai bentuk perhatian. Ada beberapa cara agar komunikasi kita dengan orang yang sedang berduka dapat berjalan dengan efektif.
- Merespon emosi yang ditunjukan seseorang dengan menyatakan apa yang mereka rasakan. Seperti, membiarkan orang tersebut merasakan kesedihannya.
- Memberikan keleluasaan bagi orang tersebut untuk merasakan kedukaannya sehingga dia merasa tenang dan merasa diperhatikan karena kita memahami perasaannya saat itu.
- Berusaha menunjukkan sesuatu yang lebih baik akibta kejadian tersebut. Dengan begitu kita mampu mengangkat semangat orang tesebut, seperti mengatakan “Ini lebih baik daripada...”
- Membiarkan orang yang sedang berduka mengekspresikan perasaan dan membiarkannya meluapkan emosinya. Namun, jangan memaksa orang tersebut untuk mebagi kesedihannya atau pengalaman yang tak ingin dia bagi. Hanya membiarkan dia menceritakan tanpa kita memintanya.
- Membiarkan orang itu tau bahwa kita peduli dan bersedia untuk dijadikan tempat bicara, seperti mengatakan “Jika ada yang perlu saya lakukan, saya akan membantu,”
Mary and Tom
Apa yang dirasakan oleh Mary and Tom adalah suatu keadaan yang tidka saling memahami selain adanya dua perbedaan yang sangat jelas antara kedua individu. Sikap Tom yang cenderung extrovert menyebabkan tekanan bagi Mary yang introvert, karena keduanya sama-sama tidak mengolah emosi mereka sehingga menyebabkan adanya pertentangan dan perbedaan persepsi diantara keduanya karena sama-sama mengintrepertasikan berbeda.
Tom berpikiran bahwa Mary enggan membagi kehidupannya padahal Mary sulit mengekspresikannya, hal tersebut dikarenakan keduanya tidak memiliki ketarmpilan untuk mengekspresikan emosi.
Skill of expressing emotions
- Memahami perasaan kita dan kenapa kita merasakan hal tersebut. Mary dan Tom seharusnya saling mengintropeksi diri sendiri mengenai apa yang mereka rasakan, mengapa mereka merasakan hal tersebut, sehingga keduanya dapat menyamakan persepsi. Seperti apakah ketidakpuasan dalam rumah tangga mereka yang tidak mereka bicarakan.
- Mencoba untuk memfokuskan pada emosi atau perasaan yang kita rasakan sehingga kita yakin untuk berekspresi seperti apa. Seperti memahami bagaimana akibat dari pesan yang kita sampaikan apabila emosi kita pecah. Pada Tom, dia tidak menyadari sikapnya yang terbuka dalam meluapkan emosinya justru membuat istrinya tertekan dan bukan sebaliknya yaitu membuka diri kepada Tom.
- Mengidentifikasi pilihan untuk berkomunikasi dan mengevaluasinya. Apakah cara berkomunikasi ini baik atau tidak dan bagaimana akibatnya.
- Mencoba untuk memikirkan alasan mengapa memiliki perasaan seperti ini, sehingga dapat memahami penyelesaian yang tepat dan bagimana mengkomunikasikannya sehianga permasalahan tersebut tidak menjadi bumerang.
Tulisan anak kuliah yang belum kenal dunia, masih biasa menatap masa depan, belum tau kata "alay" dan enggak fasih berbahasa sesuai dengan EYD baik Inggris maupun Indonesia. Jadi tolong dimaklumi kalau versi muda dari manusia ini (kalo masih ada yang baca taun 2000an sekian) ternyata ya pernah muda dan enggak sempurna.
Saturday, May 30, 2009
Masculine & Feminine
Masculine dan Feminine Cultures
Contoh kasus Masculine :
Indonesia awalnya adalah sebuah negara yang terkenal dengan keramahan masyarakatnya yang bisa disebut memiliki Feminine Cultures. Namun seiring berubahnya waku, budaya itupun perlahan-;ahan menghilang. Apalagi di Jakarta yang saat ini yang menjadi pusat informasi bagi masyarakat Indonesia. Kehidupan masyarakat Indonesia kini sebagian besar menjadi maskulin. Menjadi agresif serta sulit menerima pendapat yang berbeda. Sehingga masalah kecil dapat menjadi konflik.
Contoh: Catherine Wilson adalah seorang model yang memiliki gaya hidup moderen. Dia berseteru dengan seorang artis yang juga memiliki gaya hidup yang sama di dunia entertainment, Andy Soraya. Konflik yang muncul diantara mereka berawal dari isyu media yang mengatakan bahwa Catherine Wilson merupakan tamu yang tidak diundang dalam sebuah dimana Andy Soraya menjadi Event Organizernya. Masalah ini merupakan masalah sederhana yang diangkat media sedemikian rupa sehingga berubah menjadi konflik anatar dua orang yang memiliki profesi hampir sama. Latar belakang keduanya merupakan orang Indonesia merupakan masyarakat yang bergotong royong dan musyawarah dan penyelesaian masalahnya seharusnya dapat melalui mediasi atau sejenisnya, datangnya justru melalui jalur hukum yang dapat membangkirkan konflik yang lebih besar diantara keduanya.
Hal ini menujukan bahwa budaya maskulin kini pelan-pelan telah menggerogoti budaya Indonesia.
Contoh kasus Feminine :
Feminine Culture mengarah pada masyarakat yang senang bersosialisai dan juga memiliki hubungan antarpribadi yang baik dengan masing-masing individunya.
Contohnya masyarakat Yogyakarta. Walaupun sebagian besar telah mengenyam budaya yang moderen namun tidka meninggalakan budaya-budaya yang sudah menjadi tradisi, seperti gotong royong dan musyawarah. Dalam menyelesaikan konflik tidak menggunakan cara yang keras sehingga meminimalisir timbulnya konflik.
Contohnya ketika merayakan ritual Grebegan. Masyarakat Yogja masih bahu-membahu untuk merayakannnya bersama sehingga masih terlihat dengan jelas bahwa masyaeakat Yogya masih memiliki budaya feminine.
Contoh kasus Masculine :
Indonesia awalnya adalah sebuah negara yang terkenal dengan keramahan masyarakatnya yang bisa disebut memiliki Feminine Cultures. Namun seiring berubahnya waku, budaya itupun perlahan-;ahan menghilang. Apalagi di Jakarta yang saat ini yang menjadi pusat informasi bagi masyarakat Indonesia. Kehidupan masyarakat Indonesia kini sebagian besar menjadi maskulin. Menjadi agresif serta sulit menerima pendapat yang berbeda. Sehingga masalah kecil dapat menjadi konflik.
Contoh: Catherine Wilson adalah seorang model yang memiliki gaya hidup moderen. Dia berseteru dengan seorang artis yang juga memiliki gaya hidup yang sama di dunia entertainment, Andy Soraya. Konflik yang muncul diantara mereka berawal dari isyu media yang mengatakan bahwa Catherine Wilson merupakan tamu yang tidak diundang dalam sebuah dimana Andy Soraya menjadi Event Organizernya. Masalah ini merupakan masalah sederhana yang diangkat media sedemikian rupa sehingga berubah menjadi konflik anatar dua orang yang memiliki profesi hampir sama. Latar belakang keduanya merupakan orang Indonesia merupakan masyarakat yang bergotong royong dan musyawarah dan penyelesaian masalahnya seharusnya dapat melalui mediasi atau sejenisnya, datangnya justru melalui jalur hukum yang dapat membangkirkan konflik yang lebih besar diantara keduanya.
Hal ini menujukan bahwa budaya maskulin kini pelan-pelan telah menggerogoti budaya Indonesia.
Contoh kasus Feminine :
Feminine Culture mengarah pada masyarakat yang senang bersosialisai dan juga memiliki hubungan antarpribadi yang baik dengan masing-masing individunya.
Contohnya masyarakat Yogyakarta. Walaupun sebagian besar telah mengenyam budaya yang moderen namun tidka meninggalakan budaya-budaya yang sudah menjadi tradisi, seperti gotong royong dan musyawarah. Dalam menyelesaikan konflik tidak menggunakan cara yang keras sehingga meminimalisir timbulnya konflik.
Contohnya ketika merayakan ritual Grebegan. Masyarakat Yogja masih bahu-membahu untuk merayakannnya bersama sehingga masih terlihat dengan jelas bahwa masyaeakat Yogya masih memiliki budaya feminine.
Media Outlets presentasi 1
2. Menargetkan individual media outlets
Menggunakan press release umum digunakan untuk menarik target individual. Akan diurutkan dari cara informal ke formal untuk menarik target reporter yang ingin dicapai dalam event.
• Pitch letters and follow up calls
Kelebihan : (1) Menunjukkan bahwa kita memliki ketertarikan dengan kerjanya dan apa yang menjadi minatnya. (2) Dapat melakukan dialog yang bermanfaaat .
Kelemahan : (1) membutuhkan persiapan yang matang untuk mengecek lagi, siapa-siapa jurnalis yang pernah mecover dan sebaliknya. (2) Dapat kehilangan email sistem reporter atau editor.
• Email : Menggantikan fax dan telepon untuk semua komunikator.
Kelebihan : (1) Teknologi reportes hidup dan mati karena email. (2) bisa meningkatkan kenyamanan akan “jarak” yang bisa dijangkau telepon. (3) email juga bisa meniggalkan rekaman, sehigga dapat membantu menyelesaikan masalah jika terjadi ketidaksepahaman.
Kelemahan : (1) karena melalui email maka, cara penulisan dan pesan kadang tidak sampai. (2) email tidka mengjangkai jurnalis yang tidka mengikuti perubahan teknologi. (3) dapat kehilangan pesan karena masuk spam.
• Social conversations : makan siang, breakfast, dan acara-acara lainnya. Lebih ke entertainment.
Kelebihan : (1) pembicaran secra personal lebih intens. (2) (3)
Kelemahan : (1) (2)
• Desk-side chat : PR dan pencari berita bertukar informasi saat di luar konferensi.
Kelebihan : (1) dapat menginformasikan hal penting tentang perusahaan. (2) reporter punya banyak waktu untuk mendengarkan detail informasi perusahaan.
• One-on-one interviews : Melalaui telepon atau di kantor.
Kelebihan : (1). (2)
Kelemahan : (1) Wawancara melalui telepon mengurangi banyak element nonverbal
• Editorial board meetings 3. Menargetkan siaran media
• Press conference
• Conference calls and webcasts
• Media availabilities
• Social roundtables
• Publicity stunts
• Media advisories
• Press kits
• “b-roll” and video news releases
• Corporate advertising
• Third-party support
Menggunakan press release umum digunakan untuk menarik target individual. Akan diurutkan dari cara informal ke formal untuk menarik target reporter yang ingin dicapai dalam event.
• Pitch letters and follow up calls
Kelebihan : (1) Menunjukkan bahwa kita memliki ketertarikan dengan kerjanya dan apa yang menjadi minatnya. (2) Dapat melakukan dialog yang bermanfaaat .
Kelemahan : (1) membutuhkan persiapan yang matang untuk mengecek lagi, siapa-siapa jurnalis yang pernah mecover dan sebaliknya. (2) Dapat kehilangan email sistem reporter atau editor.
• Email : Menggantikan fax dan telepon untuk semua komunikator.
Kelebihan : (1) Teknologi reportes hidup dan mati karena email. (2) bisa meningkatkan kenyamanan akan “jarak” yang bisa dijangkau telepon. (3) email juga bisa meniggalkan rekaman, sehigga dapat membantu menyelesaikan masalah jika terjadi ketidaksepahaman.
Kelemahan : (1) karena melalui email maka, cara penulisan dan pesan kadang tidak sampai. (2) email tidka mengjangkai jurnalis yang tidka mengikuti perubahan teknologi. (3) dapat kehilangan pesan karena masuk spam.
• Social conversations : makan siang, breakfast, dan acara-acara lainnya. Lebih ke entertainment.
Kelebihan : (1) pembicaran secra personal lebih intens. (2) (3)
Kelemahan : (1) (2)
• Desk-side chat : PR dan pencari berita bertukar informasi saat di luar konferensi.
Kelebihan : (1) dapat menginformasikan hal penting tentang perusahaan. (2) reporter punya banyak waktu untuk mendengarkan detail informasi perusahaan.
• One-on-one interviews : Melalaui telepon atau di kantor.
Kelebihan : (1). (2)
Kelemahan : (1) Wawancara melalui telepon mengurangi banyak element nonverbal
• Editorial board meetings 3. Menargetkan siaran media
• Press conference
• Conference calls and webcasts
• Media availabilities
• Social roundtables
• Publicity stunts
• Media advisories
• Press kits
• “b-roll” and video news releases
• Corporate advertising
• Third-party support
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
Indomie Luncurkan Varian
Mie Instan Rasa Bebek Bakar
Setelah sukses dengan Indomie Aneka Rasa Nusantara, Indomie kembali meluncurkan varian rasa baru yaitu Mie Goreng Instan Rasa Bebek Bakar. Produk makanan baru yang memiliki rasa spesial Bebek Bakar, menggabunglan resep nimbu tradisional dengan perkembangan bumbu modern dan menghasilkan rasa baru yang unik.
Acara peluncuran varian baru Indomie ini akan dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2009, di Marketing Office Indofood. Acara yang bertajuk “Indomie Feel Taste” ini juga akan turut menghadirkan juara dari Jingle Indomie yang mengikuti kompetisi pada awal januari silam.
Produk terbaru dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk, menawarkan rasa yang unik, yaitu percampuran rasa Bebek bakar yang gurih dan rasa pedas yang menggugah selera. Varian ini juga akan diluncurkan dalam bentuk mie keriting.
Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam bebek bakar ini adalah tepung gandum (62%), minyak palm yang telah ditingkatkan kualitasnya dan mengandung antioksidan 319, zat tepung tapioka, garam, garam mineral 501 dan 500, serat sayurang 412 dan pewarna 101 untuk Mi, dan garam, gula, penguat rasa 621, 631 dan 627, bubuk bawang putih dan bawang biasa, ekstrak ragi, perasa, merica, dan agen anti pengembang untuk bubuk perasa.
Harga yang ditawarkan untuk Varian Indomie ini berkisar anyara 1200 sampai 1500 rupiah, khusus untuk mie kriting sekitar 3500 rupiah perbungkus.
Varian terbaru dari Indomie ini diharapkan dapat memuaskan konsumen dan dapat memberikan rasa yang enak, khususnya bagi pecinta bebek bakar.
Nama : Delima Juni Hastuti
Nim : 07120110009
MK : Media Relations
Indomie Luncurkan Varian
Mie Instan Rasa Bebek Bakar
Setelah sukses dengan Indomie Aneka Rasa Nusantara, Indomie kembali meluncurkan varian rasa baru yaitu Mie Goreng Instan Rasa Bebek Bakar. Produk makanan baru yang memiliki rasa spesial Bebek Bakar, menggabunglan resep nimbu tradisional dengan perkembangan bumbu modern dan menghasilkan rasa baru yang unik.
Acara peluncuran varian baru Indomie ini akan dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2009, di Marketing Office Indofood. Acara yang bertajuk “Indomie Feel Taste” ini juga akan turut menghadirkan juara dari Jingle Indomie yang mengikuti kompetisi pada awal januari silam.
Produk terbaru dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk, menawarkan rasa yang unik, yaitu percampuran rasa Bebek bakar yang gurih dan rasa pedas yang menggugah selera. Varian ini juga akan diluncurkan dalam bentuk mie keriting.
Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam bebek bakar ini adalah tepung gandum (62%), minyak palm yang telah ditingkatkan kualitasnya dan mengandung antioksidan 319, zat tepung tapioka, garam, garam mineral 501 dan 500, serat sayurang 412 dan pewarna 101 untuk Mi, dan garam, gula, penguat rasa 621, 631 dan 627, bubuk bawang putih dan bawang biasa, ekstrak ragi, perasa, merica, dan agen anti pengembang untuk bubuk perasa.
Harga yang ditawarkan untuk Varian Indomie ini berkisar anyara 1200 sampai 1500 rupiah, khusus untuk mie kriting sekitar 3500 rupiah perbungkus.
Varian terbaru dari Indomie ini diharapkan dapat memuaskan konsumen dan dapat memberikan rasa yang enak, khususnya bagi pecinta bebek bakar.
Nama : Delima Juni Hastuti
Nim : 07120110009
MK : Media Relations
Berkomunikasi dengan Orang yang Berbeda Budaya
Pengalaman Berkomunikasi dengan Orang yang Berbeda Budaya
Berkomunikasi dengan orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda membuat sebuah komunkasi menjadi kurang efektif. Sesuai dengan salah satu prinsip komunikasi, bahwa semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah komunikasi.
Prinsip tersebut tentu semakin menjelaskan bahwa perbedaan budaya dalam masyarakat membuat komunikasi menjadi kurang efektif. Sebagai individu komunikasi merupakan hal penting agar dapat menunjukan eksistensinya dan untuk itu individu-individu cenderung memiliki rasa kebersamaan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang sama atau mirip.
Perbedaan budaya antar individu menyebabkan sebuah hubungan menjadi kurang efektif karena melalui cara pandang individu yang berbeda itu dapat menumbuhkan berbagai persepsi positif maupun sebaliknya.
Cara pandang berbeda itu muncul dari berbagai perbedaan kondisi sosial seseorang dan budaya di sekitar mereka. Hal ini tentu mempengaruhi proses komunikasi yang terjadi diantara dua individu atau lebih yang memiliki budaya yang berbeda.
Ketika SMA saya bersekolah di daerah yang mayoritas adalah orang-orang yang berasal dari suku Sunda. Saya sendiri dibesarkan dalam tata cara keluarga yang memiliki adat Jawa. Secara spesifik memang tidak ada perbedaan yang mencolok selain dari bahasa yang digunakan. Sehingga saya sendiri tidak terlalu sulit berkomunikasi dengan teman-teman yang mayoritas tentu dapat berbicara dengan menggunakan bahasa sunda. Dengan memahami bagaimana bersikap baik diantara teman-teman saya, perlahan-lahan saya juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan teman-teman saya.
Terkadang saya memang mengalami kebingungan memahami kata-kata mereka ketika sedang mengobrol dengan menggunakan bahasa sunda (beberapa teman saya merasa lebih nyaman jika berbicara jika dengan bahasa tersebut). Hingga pada akhirnya saya pun dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut dengan menjelaskan kepada mereka bahwa saya tidak dapat bergabung dengan “pembicaraan” mereka jika mereka terus saja berbicara menggunkan bahasa yang tidak saya mengerti. Mereka pun akhirnya mengerti dan berusaha untuk tidak menggunakan bahasa sunda ketika sedang berbicara dengan saya.
Hal tersebutlah yang membuat saya memahami betul bahwa setiap individu memiliki berbagai budaya yang berbeda sehingga apabila perbedaan iu tidak ditanggapi secara tepat akan memunculkan konflik.
Perbedaan budaya antara saya yang berasal dari suku jawa dan juga beberapa teman saya yang berasal dari suku sunda, merupakan perbedaan budaya yang tidak terlalu jauh. Pada dasarnya sikap dan norma-norma yang ada agak mirip. Hal ini membuktikan bahwa semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah komunikasi. Namun, diantara kami ada pula seorang teman yang berasal dari Sulawesi Selatan, Makassar, namanya Ani. Perbedaan budaya antara kami dan Ani, hampir saja menimbulkan konflik. Hal ini mingkin dikarenakan bahwa perbedaan budaya antara kami cukup besar dan tidak ada kemiripan. Justru membuat kami membentuk persepsi yang salah.
Teman saya yang berasal dari Makassar ini memiliki kebiasaan berbicara dengan suara yang keras dan gamblang. Dia tidak sedikit pun menyembunyikan yang dia rasakan atau yang dia pikirkan. Jika dia merasa tidak cocok, merasa tidak suka, maka dia secara terus terang langsung mengatakannya. Hal ini berbeda sekali dengan kebiasaan masyarakat yang ada di daerah kami. Ada perbedaan yang mencolok antara cara bicara, cara berpikir, bertindak serta menunjukan eksistensinya dalam sebuah kehidupan sosial.
Teman saya yang berasal dari Makassar ini sering sekali berbicara dengan intonasi yang tinggi dan dengan volume yang keras. Hal ini menumbuhkan persepsi yang berbeda bagi setiap orang termasuk saya. Ketika itu, adalah awal kami masuk sekolah di SMA, ketika sedang masa orientasi siswa, Ani adalah anak yang paling sering mendapat hukuman dan paling tidak disukai oleh teman-teman. Kenapa? Karena cara bicaranya yang keras, caranya melihat orang, caranya mengatakan pendapatnya bahwa dia tidak setuju. Akibatnya, kelas kami lenih sering dihukum karena kelas kami dianggap memiliki seorang “pembangkang”. Ani dianggap telah menentang panitia orientasi yang notabene adalah kakak senior kami.Dari beberapa orang teman saya, mereka mempersepsikan hal yang hampir sama, yaitu :
• Ani sedang marah atau kesal
• Ani tidak diajari sopan santun tentang cara berbicara, karena berbicara dengan volume keras dianggap tidak sopan.
• Ani tidak menghormati orang yang sedang berbicara.
• Ani sedang berusaha menentang atau tidak setuju.
Setelah terlewati tahap orientasi, dan setetelah beberapa teman kami berbicara dengan dia, barulah kami sadar bahwa caranya berbicara, caranya menatap orang lain bukan semata-mata untuk menentang namun justru menghormati. Menurut budayanya, jika kita berbicara dengan orang yang lebih tua justru kita harus menggunakan volume yang lebih keras dan juga harus memandang mata. Tentu budaya Ani dan kami disini berbeda. Dengan adanya perbedaan budaya ini, kami hampir saja menjauhi Ani, hal tersebut tentu akan menimbulkan konflik. Untung saja, perbedaan budaya tersebut akhirnya dapat diatasi. Pelan-pelan kami membantu Ani untuk memahami bagaimana norma dan aturan budaya didaerah kami, memberikan pengertian bahwa budaya kami dan dia berbeda, dan dia harus bisa belajar beradapatasi.
Berkomunikasi dengan orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda membuat sebuah komunkasi menjadi kurang efektif. Sesuai dengan salah satu prinsip komunikasi, bahwa semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah komunikasi.
Prinsip tersebut tentu semakin menjelaskan bahwa perbedaan budaya dalam masyarakat membuat komunikasi menjadi kurang efektif. Sebagai individu komunikasi merupakan hal penting agar dapat menunjukan eksistensinya dan untuk itu individu-individu cenderung memiliki rasa kebersamaan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang sama atau mirip.
Perbedaan budaya antar individu menyebabkan sebuah hubungan menjadi kurang efektif karena melalui cara pandang individu yang berbeda itu dapat menumbuhkan berbagai persepsi positif maupun sebaliknya.
Cara pandang berbeda itu muncul dari berbagai perbedaan kondisi sosial seseorang dan budaya di sekitar mereka. Hal ini tentu mempengaruhi proses komunikasi yang terjadi diantara dua individu atau lebih yang memiliki budaya yang berbeda.
Ketika SMA saya bersekolah di daerah yang mayoritas adalah orang-orang yang berasal dari suku Sunda. Saya sendiri dibesarkan dalam tata cara keluarga yang memiliki adat Jawa. Secara spesifik memang tidak ada perbedaan yang mencolok selain dari bahasa yang digunakan. Sehingga saya sendiri tidak terlalu sulit berkomunikasi dengan teman-teman yang mayoritas tentu dapat berbicara dengan menggunakan bahasa sunda. Dengan memahami bagaimana bersikap baik diantara teman-teman saya, perlahan-lahan saya juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan teman-teman saya.
Terkadang saya memang mengalami kebingungan memahami kata-kata mereka ketika sedang mengobrol dengan menggunakan bahasa sunda (beberapa teman saya merasa lebih nyaman jika berbicara jika dengan bahasa tersebut). Hingga pada akhirnya saya pun dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut dengan menjelaskan kepada mereka bahwa saya tidak dapat bergabung dengan “pembicaraan” mereka jika mereka terus saja berbicara menggunkan bahasa yang tidak saya mengerti. Mereka pun akhirnya mengerti dan berusaha untuk tidak menggunakan bahasa sunda ketika sedang berbicara dengan saya.
Hal tersebutlah yang membuat saya memahami betul bahwa setiap individu memiliki berbagai budaya yang berbeda sehingga apabila perbedaan iu tidak ditanggapi secara tepat akan memunculkan konflik.
Perbedaan budaya antara saya yang berasal dari suku jawa dan juga beberapa teman saya yang berasal dari suku sunda, merupakan perbedaan budaya yang tidak terlalu jauh. Pada dasarnya sikap dan norma-norma yang ada agak mirip. Hal ini membuktikan bahwa semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah komunikasi. Namun, diantara kami ada pula seorang teman yang berasal dari Sulawesi Selatan, Makassar, namanya Ani. Perbedaan budaya antara kami dan Ani, hampir saja menimbulkan konflik. Hal ini mingkin dikarenakan bahwa perbedaan budaya antara kami cukup besar dan tidak ada kemiripan. Justru membuat kami membentuk persepsi yang salah.
Teman saya yang berasal dari Makassar ini memiliki kebiasaan berbicara dengan suara yang keras dan gamblang. Dia tidak sedikit pun menyembunyikan yang dia rasakan atau yang dia pikirkan. Jika dia merasa tidak cocok, merasa tidak suka, maka dia secara terus terang langsung mengatakannya. Hal ini berbeda sekali dengan kebiasaan masyarakat yang ada di daerah kami. Ada perbedaan yang mencolok antara cara bicara, cara berpikir, bertindak serta menunjukan eksistensinya dalam sebuah kehidupan sosial.
Teman saya yang berasal dari Makassar ini sering sekali berbicara dengan intonasi yang tinggi dan dengan volume yang keras. Hal ini menumbuhkan persepsi yang berbeda bagi setiap orang termasuk saya. Ketika itu, adalah awal kami masuk sekolah di SMA, ketika sedang masa orientasi siswa, Ani adalah anak yang paling sering mendapat hukuman dan paling tidak disukai oleh teman-teman. Kenapa? Karena cara bicaranya yang keras, caranya melihat orang, caranya mengatakan pendapatnya bahwa dia tidak setuju. Akibatnya, kelas kami lenih sering dihukum karena kelas kami dianggap memiliki seorang “pembangkang”. Ani dianggap telah menentang panitia orientasi yang notabene adalah kakak senior kami.Dari beberapa orang teman saya, mereka mempersepsikan hal yang hampir sama, yaitu :
• Ani sedang marah atau kesal
• Ani tidak diajari sopan santun tentang cara berbicara, karena berbicara dengan volume keras dianggap tidak sopan.
• Ani tidak menghormati orang yang sedang berbicara.
• Ani sedang berusaha menentang atau tidak setuju.
Setelah terlewati tahap orientasi, dan setetelah beberapa teman kami berbicara dengan dia, barulah kami sadar bahwa caranya berbicara, caranya menatap orang lain bukan semata-mata untuk menentang namun justru menghormati. Menurut budayanya, jika kita berbicara dengan orang yang lebih tua justru kita harus menggunakan volume yang lebih keras dan juga harus memandang mata. Tentu budaya Ani dan kami disini berbeda. Dengan adanya perbedaan budaya ini, kami hampir saja menjauhi Ani, hal tersebut tentu akan menimbulkan konflik. Untung saja, perbedaan budaya tersebut akhirnya dapat diatasi. Pelan-pelan kami membantu Ani untuk memahami bagaimana norma dan aturan budaya didaerah kami, memberikan pengertian bahwa budaya kami dan dia berbeda, dan dia harus bisa belajar beradapatasi.
Lead PR Writing
Lead
Lagi, Partai Hanura Gagal Membentuk Citra Positif
(Tabloid Monitor edisi .../2009)
Lead 1
Citra partai Hanura di masyarakat tergolong masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil survei yang diselenggarakan oleh LSI (Lembaga Survei Indonesia) di Jakarta pasa 8-18 februari 2009 dengan 2.550 responden. Hasil survei yang menggunakan merode multisrage random sampling ini, menurut peneliti dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap partai Hanura.
Lead 2
Partai Hanura berada di posisi paling buncit dalam survei yang diselenggarakan oleh LSI (Lembaga Survei Indonesia). Survei yang menggunakan metode multistage sampling ini, dilaksanakan pada 8-18 februari di Jakarta. Peneliti menilai bahwa rendahnya citra partai Hanura dipengaruhi oleh persepsi masyarakat. Partai Hanura dianggap kurang peduli tentang kepentingan rakyat. Selain itu, dalam hal bersih dan melawan korupsi, penilaian terhadap partai Hanura tergolong sangat kecil. Hal ini menyebabkan Hanura gagal membentuk citra positif menjelang Pemilu 2009.
Lagi, Partai Hanura Gagal Membentuk Citra Positif
(Tabloid Monitor edisi .../2009)
Lead 1
Citra partai Hanura di masyarakat tergolong masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil survei yang diselenggarakan oleh LSI (Lembaga Survei Indonesia) di Jakarta pasa 8-18 februari 2009 dengan 2.550 responden. Hasil survei yang menggunakan merode multisrage random sampling ini, menurut peneliti dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap partai Hanura.
Lead 2
Partai Hanura berada di posisi paling buncit dalam survei yang diselenggarakan oleh LSI (Lembaga Survei Indonesia). Survei yang menggunakan metode multistage sampling ini, dilaksanakan pada 8-18 februari di Jakarta. Peneliti menilai bahwa rendahnya citra partai Hanura dipengaruhi oleh persepsi masyarakat. Partai Hanura dianggap kurang peduli tentang kepentingan rakyat. Selain itu, dalam hal bersih dan melawan korupsi, penilaian terhadap partai Hanura tergolong sangat kecil. Hal ini menyebabkan Hanura gagal membentuk citra positif menjelang Pemilu 2009.
Biografi PR
Nama : Delima Juni Hastuti
Nim : 07120110009
MK : PR Writing
Delima Juni Hastuti, lahir di Semarang 29 Juni 1989. Dia lebih dikenal sebagai Adel atau Delima. Walau sebenarnya nama kecilnya adalah Ima, tantenya sendiri pun pernah memanggilnya Imron karena sikapnya yang tomboi dan sering tidak menyahut ketika dipanggil. Dia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang ketiganya adalah perempuan. Ayahnya adalah seorang anggota Angkatan Laut, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang membuka usaha Catering kecil-kecilan. Banyak hal dalam hidupnya yang mendorongnya untuk jatuh dalam dunia komunikasi yang selalu menjadi cita-citanya sejak dia duduk di bangku SMA.
Masa-masa SMAnya dihabiskan di SMA Negeri 1 Cileungsi, Bogor. Kesehariannya disekolah tak jauh berbeda dengan anak-anak seusianya pada masa itu. Sering merasa bosan dan mengantuk ketika jam pelajaran sehingga harus berpura-pura ke kamar kecil lalu mampir ke kantin untuk jajan. Di sekolah, Adel paling tidak menyukai mata pelajaran yang berhubungan dengan angka dan sains, hal inilah yang mendorongnya memilih jurusan IPS. Dia mengikuti beberapa kegiatan organisasi ketika di SMA yaitu, OSIS, MPS, Basket, serta kegiatan kepanitiaan lainnya. Dia sempat menjabat sebagai ketua basket putri di sekolah selama satu tahun, menurutnya olahraga basket adalah caranya bekerja dalam tim kecil yang berisi lima orang, jika tidak solid maka usahanya dalam tim gagal. Dia juga sangat senang menulis, dia pernah di tunjuk teman-temanya untuk mengisi kolom cerpen di majalah kelas dan sekolah.
Pada dasarnya, Adel adalah orang yang mudah berinteraksi dengan orang lain, dia juga sangat senang berteman dengan siapa saja. Hal inilah yang mendorongnya untuk ikut seleksi MC untuk acara Pentas Seni di Sekolahnya dan terpilih untuk menjadi MC. Tidak itu saja, setelah berhasil menjadi MC dia pun tertarik untuk ikut seleksi menjadi penyiar radio di salah satu radio di daerah Cileungsi. Lagi-lagi dia menempati posisi kedua dan mendapatkan jadwal untuk siaran. Dia juga terpilih untuk menjadi MC di beberapa acara yang diadakan oleh radionya. Menjelang kelulusannya di SMA, dia juga berhasil lolos wawancara di radio Jalasveva Jayamahe 108 FM dan berhasil mendapatkan jadwal siaran.
Keinginannya yang besar untuk dapat bekerja dan bertemu banyak orang dia wujudkan dengan mengambil jurusan Ilmu Komunikasi di UMN. Awalnya, Adel akan mengambil bidang peminatan Broadcasting atau Jurnalistik, namun karena pertimbangan nilai Pengantar Public Relationnya yang menadapat A, dan juga pertimbangan bahwa di peminatan PR dia tetap bisa menulis, dia pun memilih PR. Pengalamannya menjadi MC ternyata sangat bermanfaat, di universitas dia dipercayakan untuk membawakan acara-acara dan juga seminar-seminar yang diselenggarakan oleh UMN.
Hobinya untuk menulis, mendorongnya untuk rutin mengisi blog dan menulis cerpen. Cerpennya juga dimuat di untuk Ultimagz. Seiring berlalunya waktu, muncul keinginan untuk selalu dikenal orang. Bukan dari siapa dia tapi melalui apa yang dia hasilkan. Keinginan ini muncul dari pengalamannya sehari-hari yang sering bertemu dengan banyak orang dari kalangan yang berbeda. Mulai dari pengemis, tukang sapu maupun pengusaha. Dan juga kejadian-kejadian yang terjadi di Indonesia, seperti ; demo anarki, kerusuhan, tawuran yang lama-lama justru menjadi image bagi negara ini. Dia ingin negara ini berubah. Dia ingin meminimalkan efek Teori Disonansi Kognitif.
Dia bertekad lulus dari UMN dengan mendapat gelar S1 pada umur 22 tahun. Dia ingin bekerja sebagai PR untuk perusahaan media atau perhotelan, menganalisis berita tentang isyu yang berkembang mengenai citra Indonesia. Selain itu, dia juga ingin menjadi seorang penulis novel, dan ingin agar novelnya menjadi best seller internasional. Dia menyadari bahwa citra Indonesia tidak mendatangkan profit sekarang ini, justru malah memancing meningkatnya citra buruk bagi Indonesia terutama dalam bidang pariwisata. Dia ingin pekerjaannya menjadi kebanggaan bagi apa yang dia lakukan untuk negaranya bukan karena siapa dia. Kemudian melanjutkan sekolah S2 pada umur 24 tahun dan lulus 2 tahun berikutnya. Kemudian dia akan mengumpulkan dana untuk membangun sekolah bagi anak-anak jalanan dan juga lembaga masyarakat untuk menampung orang-orang yang tidak mampu agar dapat merubah hidupnya dan tidak menjadi pengemis.
Menurutnya, keadaan Indonesia sekarang ini hanya mendukung keadaan ekonomi bagi orang-orang yang memiliki uang. Dia sering bertemu dengan banyak pengemis, banyak anak jalanan, anak-anak di bawah umur yang sengaja menjadi pengamen dan bukannya mengenyam pendidikan. Berbagai kejadian tentang kemiskinan yang “katanya” berkurang menurut para petinggi pemerintah. Kenyataannya kemiskinan di Indonesia malah meningkat setiap tahunnya, semakin banyak anak-anak yang mengikuti jejak orang tuanya yang seorang pengemis, yang seorang pencuri. Sungguh ironis, ketika para petinggi pemerintah dan para orang berduit justru memikirkan akan liburan kemana? Dan mereka? Mereka justru menikmati hidup yang kesehariannya hanya “meminta”.
Selama hidupnya, dia sering mendengar orang menggerutu ketika melihat anak jalanan atau pengemis. Mereka akan berkata “Orang tuanya kemana sih?”, “Mereka kan masih sanggup kerja ngapain ngemis?” Yang Adel herankan adalah apakah mereka nggak pernah berpikir, apa ada yang mau menerima mereka jika latar pendidikan mereka, latar kehidupan mereka seperti itu? Mengemis? Tidak sekolah, dan sebagainya.
Hal inilah yang mendorongnya untuk belajar komunikasi, dia ingin merubah dunia, melalui negaranya, Indonesia. Dia yakin, dengan komunikasi yang efektif dia dapat meminimalkan perbedaan sosial di Indonesia, dapat merubah komunikasi pemerintah yang lambat agar tidak semakin membuat perbedaan antara yang miskin dan kaya terlihat.
Nim : 07120110009
MK : PR Writing
Delima Juni Hastuti, lahir di Semarang 29 Juni 1989. Dia lebih dikenal sebagai Adel atau Delima. Walau sebenarnya nama kecilnya adalah Ima, tantenya sendiri pun pernah memanggilnya Imron karena sikapnya yang tomboi dan sering tidak menyahut ketika dipanggil. Dia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang ketiganya adalah perempuan. Ayahnya adalah seorang anggota Angkatan Laut, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang membuka usaha Catering kecil-kecilan. Banyak hal dalam hidupnya yang mendorongnya untuk jatuh dalam dunia komunikasi yang selalu menjadi cita-citanya sejak dia duduk di bangku SMA.
Masa-masa SMAnya dihabiskan di SMA Negeri 1 Cileungsi, Bogor. Kesehariannya disekolah tak jauh berbeda dengan anak-anak seusianya pada masa itu. Sering merasa bosan dan mengantuk ketika jam pelajaran sehingga harus berpura-pura ke kamar kecil lalu mampir ke kantin untuk jajan. Di sekolah, Adel paling tidak menyukai mata pelajaran yang berhubungan dengan angka dan sains, hal inilah yang mendorongnya memilih jurusan IPS. Dia mengikuti beberapa kegiatan organisasi ketika di SMA yaitu, OSIS, MPS, Basket, serta kegiatan kepanitiaan lainnya. Dia sempat menjabat sebagai ketua basket putri di sekolah selama satu tahun, menurutnya olahraga basket adalah caranya bekerja dalam tim kecil yang berisi lima orang, jika tidak solid maka usahanya dalam tim gagal. Dia juga sangat senang menulis, dia pernah di tunjuk teman-temanya untuk mengisi kolom cerpen di majalah kelas dan sekolah.
Pada dasarnya, Adel adalah orang yang mudah berinteraksi dengan orang lain, dia juga sangat senang berteman dengan siapa saja. Hal inilah yang mendorongnya untuk ikut seleksi MC untuk acara Pentas Seni di Sekolahnya dan terpilih untuk menjadi MC. Tidak itu saja, setelah berhasil menjadi MC dia pun tertarik untuk ikut seleksi menjadi penyiar radio di salah satu radio di daerah Cileungsi. Lagi-lagi dia menempati posisi kedua dan mendapatkan jadwal untuk siaran. Dia juga terpilih untuk menjadi MC di beberapa acara yang diadakan oleh radionya. Menjelang kelulusannya di SMA, dia juga berhasil lolos wawancara di radio Jalasveva Jayamahe 108 FM dan berhasil mendapatkan jadwal siaran.
Keinginannya yang besar untuk dapat bekerja dan bertemu banyak orang dia wujudkan dengan mengambil jurusan Ilmu Komunikasi di UMN. Awalnya, Adel akan mengambil bidang peminatan Broadcasting atau Jurnalistik, namun karena pertimbangan nilai Pengantar Public Relationnya yang menadapat A, dan juga pertimbangan bahwa di peminatan PR dia tetap bisa menulis, dia pun memilih PR. Pengalamannya menjadi MC ternyata sangat bermanfaat, di universitas dia dipercayakan untuk membawakan acara-acara dan juga seminar-seminar yang diselenggarakan oleh UMN.
Hobinya untuk menulis, mendorongnya untuk rutin mengisi blog dan menulis cerpen. Cerpennya juga dimuat di untuk Ultimagz. Seiring berlalunya waktu, muncul keinginan untuk selalu dikenal orang. Bukan dari siapa dia tapi melalui apa yang dia hasilkan. Keinginan ini muncul dari pengalamannya sehari-hari yang sering bertemu dengan banyak orang dari kalangan yang berbeda. Mulai dari pengemis, tukang sapu maupun pengusaha. Dan juga kejadian-kejadian yang terjadi di Indonesia, seperti ; demo anarki, kerusuhan, tawuran yang lama-lama justru menjadi image bagi negara ini. Dia ingin negara ini berubah. Dia ingin meminimalkan efek Teori Disonansi Kognitif.
Dia bertekad lulus dari UMN dengan mendapat gelar S1 pada umur 22 tahun. Dia ingin bekerja sebagai PR untuk perusahaan media atau perhotelan, menganalisis berita tentang isyu yang berkembang mengenai citra Indonesia. Selain itu, dia juga ingin menjadi seorang penulis novel, dan ingin agar novelnya menjadi best seller internasional. Dia menyadari bahwa citra Indonesia tidak mendatangkan profit sekarang ini, justru malah memancing meningkatnya citra buruk bagi Indonesia terutama dalam bidang pariwisata. Dia ingin pekerjaannya menjadi kebanggaan bagi apa yang dia lakukan untuk negaranya bukan karena siapa dia. Kemudian melanjutkan sekolah S2 pada umur 24 tahun dan lulus 2 tahun berikutnya. Kemudian dia akan mengumpulkan dana untuk membangun sekolah bagi anak-anak jalanan dan juga lembaga masyarakat untuk menampung orang-orang yang tidak mampu agar dapat merubah hidupnya dan tidak menjadi pengemis.
Menurutnya, keadaan Indonesia sekarang ini hanya mendukung keadaan ekonomi bagi orang-orang yang memiliki uang. Dia sering bertemu dengan banyak pengemis, banyak anak jalanan, anak-anak di bawah umur yang sengaja menjadi pengamen dan bukannya mengenyam pendidikan. Berbagai kejadian tentang kemiskinan yang “katanya” berkurang menurut para petinggi pemerintah. Kenyataannya kemiskinan di Indonesia malah meningkat setiap tahunnya, semakin banyak anak-anak yang mengikuti jejak orang tuanya yang seorang pengemis, yang seorang pencuri. Sungguh ironis, ketika para petinggi pemerintah dan para orang berduit justru memikirkan akan liburan kemana? Dan mereka? Mereka justru menikmati hidup yang kesehariannya hanya “meminta”.
Selama hidupnya, dia sering mendengar orang menggerutu ketika melihat anak jalanan atau pengemis. Mereka akan berkata “Orang tuanya kemana sih?”, “Mereka kan masih sanggup kerja ngapain ngemis?” Yang Adel herankan adalah apakah mereka nggak pernah berpikir, apa ada yang mau menerima mereka jika latar pendidikan mereka, latar kehidupan mereka seperti itu? Mengemis? Tidak sekolah, dan sebagainya.
Hal inilah yang mendorongnya untuk belajar komunikasi, dia ingin merubah dunia, melalui negaranya, Indonesia. Dia yakin, dengan komunikasi yang efektif dia dapat meminimalkan perbedaan sosial di Indonesia, dapat merubah komunikasi pemerintah yang lambat agar tidak semakin membuat perbedaan antara yang miskin dan kaya terlihat.
Subscribe to:
Comments (Atom)